Dari temanku guru SMA aku dengar cerita
mereka disupervisi bulan Februari kemarin. Berceritalah temanku yang
kesimpulanku ; alangkah lucunya supervisi. Lain kelas lain jalannya, lain guru
lain gayanya. Dikelas yang biasanya ribut, siswanya tidak memperhatikan tapi
sewaktu disupervisi ? tertibnya luar
biasa. Siswanya belajar serius, memperhatikan guru menerangkan dan entah
sengaja entah tidak memuji-muji dengan mengatakan “pelajaran ini menyenangkan,
asyik” dan lain-lainnya. Guru yang
biasanya nggak menjelaskan, mengajar alakadarnya, malah terkesan angker tapi
sewaktu supervisi, subhannallah… ramah, ngayomi, mau menjelaskan bahkan mau
mengulangi tanpa diminta siswanya. Subhannallah kan..? Mendengar cerita temanku
aku jadi berfikir kalau begitu apa perlu supervisi dilakukan setiap kali masuk
atau proses pembelajaran. Hm… betapa merepotkannya kalau begitu yaa. Para
pim.sek bakalan bilang “rempoooong…”
Mengenang
supervisi teringatlah olehku beberapa kali supervisi yang kualami. Dulu,
diawal-awal karir mengajarku supervisi seperti sesuatu yang “wah sekali..”
Semua guru sibuk menyiapkannya karena ingin dinilai baik dan mungkin ingin
menjadi terbaik. Tetapi siapa yang terbaik dalam supervisi ? Waktu itu kami
guru-guru mentertawakan hal ini. Ibaratnya pertandingan sepak bola, mereka yang
menjadi panitia pertandingannya, mengundang kita ikut bertanding dan
mereka sipanitia, juga sekaligus jadi
wasitnya. Terakhir, si panitia juga ikut
bertanding daaan… ternyata sipanitia yang jadi pemenangnya… Yaaah..sipensupervisilah
yang terbaiknya. Kalau diingat-ingat “Yoolah bodoh bana wak waktu itu yoo Friends…”
Semakin
lama mengajar supervisi mulai menjadi hal yang biasa, walau tetap mempersiapkan
sebaik-baiknya. Aku pernah disupervisi ketika mengajar IPS dikelas VI. Hm..
persiapanku biasa-biasa saja. Materi waktu itu Benua Asia kami belajar lesehan.
Kelasku satu-satunya kelas yang masih berkarpet lantainya. Atlas Asia kupampang
di depan, aku juga ikut duduk di bawah
panggung kelas. Semua asyik belajar bahkan kami tidak merasa terganggu dengan
kehadiran tiga supevisor. Kesimpulanku, pembelajaran waktu itu aktif dan
menyenangkan. Dan… aku menjadi juara pertama supervisi. Wah.. senangnya waktu
itu.
Lain
pensupervisi lain pulalah kritisinya, Aku pernah disupervisi oleh konsultan
pendidikan dari Jawa. Ini supervisi mendadak cuma beberapa guru yang
disupervisi. Setelah pembelajaran si konsultan mengajak diskusi di luar kelas.
Segala macam teori dipaparkannya aku hanya mendengarkan. Ada beberapa kali si
Konsultan bertanya ada / tidak aku melakukan hal ini atau itu. Kujawab ada, dia
mengatakan nggak ada / kurang. Akhir diskusi, si Konsultan mengatakan sambil
memperlihatkan nilai supervisi di lembar penilaian. Dia juga meminta pendapatku
tentang nilai tersebut, Aku hanya tersenyum dan menanggapi “Silahkan Pak, saya
terima saja berapapun. Ini penilaian
manusiakan, yang terpenting bagi saya penilaian Alloh”. And done diskusi pun selesai.
Aku
juga pernah disupervisi oleh satu kelas teman-teman guru. Waktu itu hari
terakhir pelatihan dan ditutup dengan micro teaching untuk mempraktekkan materi
yang sudah ditrainingkan dalam dua hari sebelumnya. Aku tidak terlalu
mempersiapkan. Media yang kubawa adalah media yang biasanya kupakai ketika
mengajar materi Benua Australia. Atlas yang sudah dibingkai dan ditempel di
tripleks, dan kartu-kartu nama negara bagian Australia dan Ibukotanya. Kuanggap
teman-teman guru murid-muridku di kelas. Kuajak mereka bernyanyi, kukenalkan
Benua Australia dengan Super Memory System tehnik lokasi. Pembelajaran
menyenangkan walau kulihat di wajah “muridku” ada yang nggak terima ekspresinya
seperti orang sakit gigi. Si Trainer memuji micro teachingku. Walaupun ternyata
dipenutupan training bukan aku yang terbaik. Tapi, pujian dari si trainer
sampai sekarang masih membekas dihatiku. “Baaagus Ustadzah, bagus sekali kalau
belajar sama anak-anak juga begitu ?, lanjutkan yaa..” kata Pak Rully si
trainer.
Baru-baru
ini seorang teman guru di SD bertanya kepadaku “Apa bedanya mengajar di SD
dengan SMA ?” Kujawab “sama aja” . Hmm… nggaklah .. stressnya beda. Kalau anak
SD dengan mendelikkan mata dia mengerti kita menegurnya tapi kalau anak SMA
sudah mau keluar biji mata nggak juga mengerti teguran kita. Terus, kujawab apalagi
kalau supervisi wah.. jauh sekali bedanya.
Waktu
supervisi yang terakhir di SD seperti biasa aku disupervisi ketika mengajar IPS
di kelasku sendiri. Seminggu sebelumnya aku sudah berpesan ke anak-anak minggu
depan akan ada tiga guru yang masuk melihat kita belajar. Aku menyebutkan bab
baru yang akan dipelajari dan meminta mereka membawa peralatan dan bahan untuk
pembuatan Mind Mapping, dan terakhir baca buku IPSnya. Sebelum pulang kebetulan
aku juga mengajar bidang studi kesenian dikelasku, kami membentuk kelompok untuk IPS minggu
depan, dan merubah susunan meja jadi berkelompok.
Waktu
hari H-nya. Ketiga pim.sek masuk kelasku, kelas tidak begitu heboh anak-anak
berbisik “Kita dinilai, kita dinilai”. Pembelajaran lancar jaya, aman-aman saja
tapi.. melewati satu jam pertama mereka mulai
ribut dan heboh kelompok yang nggak membawa peralatan lengkap mulai bertingkah
Aku hanya membiarkan saja. Dan... kemudian Fiar murid yang paling polos ngomong
kencang “ Woooi… kok ribut, tapi kita sudah janji tapi…” Deg… tapi dengan
santai aku menimpali “iyya ya Fiar
padahal sudah janji yaa, wah siapa nii yang tidak menepati jani ?”. Mereka
hanya terdiam sebentar lalu kembali heboh . Dalam hati, Aku nggak tahu apalah
yang ada di benak tiga supervisor.
Supervisi
pertama di SMA, sebenarnya ini bukan yang pertama sebab sebelum supervisi ini
Aku sudah pernah disupervisi beberapa kali oleh
Pengawas dari Diknas langsung dan Alhamdulillah nilaiku “A” walau
supervisi dadakan tanpa jadwal. Supervisi pertama yang aku bandingkan dengan
yang di SD diatas adalah yang pertama oleh Pim.sek. Aku di supervisi di
pelajaran Sosiologi, di kelasku sendiri XII IPS (aku wali kelasnya). Tidak
seperti di SD, Aku tidak mensosialisasikan ke murid-muridku yang 14 murid. Aku hanya buat seperti biasa yang
Aku lakukan ; karena ini masuk bab baru, maka aku siapkan media berupa slide
power point. Semua lancar jaya bahkan
lancar sentosa (saking lancarnya). Agar
pembelajaran tidak “teacher center” maka kuajak murid-murid kelas menjawab pertanyaan yang sudah kusiapkan di
slide. Dan terakhir ditutup dengan Pop Quiz. Tapi… terakhirnya setelah nilai
Pop Quiz kucatat di buku nilai siswa lalu pelajaran kututup dengan Hamdallah…
Novi sekretaris kelas nyeletuk “baca doa penutup majlis” Dan, mereka pun
membacanya bersama “kompaks sekali sodara-sodara” Walalu keningku berkerut dan
berkata dalam hati “Tumben..?” Aku juga ikut membaca doa penutup majlis bersama
mereka.
See..begitu
berbedanya kan..? tetapi sebenarnyalah Aku lebih suka supervisi yang dadakan
tanpa terjadwal. Agar pembelajaran yang terlihat adalah yang sebenarnya tanpa
dibuat-buat atau rekayasa. So, friends siap dengan “suddenly supervisi” yaa
harus dong… sebagai guru kita harus berani bilang “Siap dong…ini kerjaaan Aku
sehari-hari”
Salut buk. Sebenarnya sebagai guru yg kita persiapkan bukan materi saja tapi yg paling penting mempersiapkan metode penyajian materi yg menyenangkan agar siswa tertarik untuk belajar.
ReplyDeleteTrims Mbak Lilies... saya setuju mengajar sekarang harus dibuat menyenangkan..kalau nggak mereka tetap akan lebih tertarik dengan hal-hal menyenangkan diluar kelasnya.
DeleteKereeenn..
ReplyDeleteterus Semangaaaatt bu Faizah
mau di supervisi atau di komen apapun oleh beliau beliau, yang penting anak anak suka dengan belajarnya... :D
Ah..Mbak Amel...segini aja kereen... yaa komen manusia kadang perlu dianggap angin lalu saja..hee.. mbak, ajarin saya ngerubah tampilan blog dong.. jujur coursera nggak lanjut lagi tuh..
DeleteSupervisi .. heheh siapa takut ???
ReplyDeleteini kisahku BJGP-Rizal di Supervisi
mmm,,ternyata sangat menarik setelah dijadikan sebuah cerita yaa kak :)
ReplyDeleteohya kak, biar lebih seru tambahkan backsound nya dgn lagu peterpan "buka dulu topengmu" hehehe supaya setelah supervisi smuanya sadar & benar2 berbuat yg terbaik & terakhir ditutup dgn lagu "terima kasih guruku" hehehe. Gimna kak..?
spervisi adalah topeng dan mari kita bernyanyi, "buka dulu tpengmu"
ReplyDeletesalam
Omjay
Supervisi yang paling keren itu dari murid. Pelaksanaannya bukan hanya sehari atau satu jam pelajaran, tapi sepanjang tahun. Kalau mereka enjoy di kelas dan berproses dengan baik, mission complete!
ReplyDeleteSalut, Mbak Faizah. Kesadaran seperti yang Mbak miliki mesti dijadikan virus ;-)
Pengalamannya menarik banget mbak. Sayang jarang update :)
ReplyDeleteKenalkan saya alumni kelasnya cikgu miss julie :)