Monday, March 10, 2014

"Supervisi Oh Supervisi"



Dari temanku guru SMA aku dengar cerita mereka disupervisi bulan Februari kemarin. Berceritalah temanku yang kesimpulanku ; alangkah lucunya supervisi. Lain kelas lain jalannya, lain guru lain gayanya. Dikelas yang biasanya ribut, siswanya tidak memperhatikan tapi sewaktu disupervisi ?  tertibnya luar biasa. Siswanya belajar serius, memperhatikan guru menerangkan dan entah sengaja entah tidak memuji-muji dengan mengatakan “pelajaran ini menyenangkan, asyik” dan lain-lainnya.  Guru yang biasanya nggak menjelaskan, mengajar alakadarnya, malah terkesan angker tapi sewaktu supervisi, subhannallah… ramah, ngayomi, mau menjelaskan bahkan mau mengulangi tanpa diminta siswanya. Subhannallah kan..? Mendengar cerita temanku aku jadi berfikir kalau begitu apa perlu supervisi dilakukan setiap kali masuk atau proses pembelajaran. Hm… betapa merepotkannya kalau begitu yaa. Para pim.sek bakalan bilang “rempoooong…”
                Mengenang supervisi teringatlah olehku beberapa kali supervisi yang kualami. Dulu, diawal-awal karir mengajarku supervisi seperti sesuatu yang “wah sekali..” Semua guru sibuk menyiapkannya karena ingin dinilai baik dan mungkin ingin menjadi terbaik. Tetapi siapa yang terbaik dalam supervisi ? Waktu itu kami guru-guru mentertawakan hal ini. Ibaratnya pertandingan sepak bola, mereka yang menjadi panitia pertandingannya, mengundang kita ikut bertanding dan mereka  sipanitia, juga sekaligus jadi wasitnya.  Terakhir, si panitia juga ikut bertanding daaan… ternyata sipanitia yang jadi pemenangnya… Yaaah..sipensupervisilah yang terbaiknya. Kalau diingat-ingat “Yoolah bodoh bana wak waktu itu yoo Friends…” 
                Semakin lama mengajar supervisi mulai menjadi hal yang biasa, walau tetap mempersiapkan sebaik-baiknya. Aku pernah disupervisi ketika mengajar IPS dikelas VI. Hm.. persiapanku biasa-biasa saja. Materi waktu itu Benua Asia kami belajar lesehan. Kelasku satu-satunya kelas yang masih berkarpet lantainya. Atlas Asia kupampang di depan,  aku juga ikut duduk di bawah panggung kelas. Semua asyik belajar bahkan kami tidak merasa terganggu dengan kehadiran tiga supevisor. Kesimpulanku, pembelajaran waktu itu aktif dan menyenangkan. Dan… aku menjadi juara pertama supervisi. Wah.. senangnya waktu itu.
                Lain pensupervisi lain pulalah kritisinya, Aku pernah disupervisi oleh konsultan pendidikan dari Jawa. Ini supervisi mendadak cuma beberapa guru yang disupervisi. Setelah pembelajaran si konsultan mengajak diskusi di luar kelas. Segala macam teori dipaparkannya aku hanya mendengarkan. Ada beberapa kali si Konsultan bertanya ada / tidak aku melakukan hal ini atau itu. Kujawab ada, dia mengatakan nggak ada / kurang. Akhir diskusi, si Konsultan mengatakan sambil memperlihatkan nilai supervisi di lembar penilaian. Dia juga meminta pendapatku tentang nilai tersebut, Aku hanya tersenyum dan menanggapi “Silahkan Pak, saya terima saja berapapun. Ini  penilaian manusiakan, yang terpenting bagi saya penilaian Alloh”.  And done diskusi pun selesai.
                Aku juga pernah disupervisi oleh satu kelas teman-teman guru. Waktu itu hari terakhir pelatihan dan ditutup dengan micro teaching untuk mempraktekkan materi yang sudah ditrainingkan dalam dua hari sebelumnya. Aku tidak terlalu mempersiapkan. Media yang kubawa adalah media yang biasanya kupakai ketika mengajar materi Benua Australia. Atlas yang sudah dibingkai dan ditempel di tripleks, dan kartu-kartu nama negara bagian Australia dan Ibukotanya. Kuanggap teman-teman guru murid-muridku di kelas. Kuajak mereka bernyanyi, kukenalkan Benua Australia dengan Super Memory System tehnik lokasi. Pembelajaran menyenangkan walau kulihat di wajah “muridku” ada yang nggak terima ekspresinya seperti orang sakit gigi. Si Trainer memuji micro teachingku. Walaupun ternyata dipenutupan training bukan aku yang terbaik. Tapi, pujian dari si trainer sampai sekarang masih membekas dihatiku. “Baaagus Ustadzah, bagus sekali kalau belajar sama anak-anak juga begitu ?, lanjutkan yaa..” kata Pak Rully si trainer.
                Baru-baru ini seorang teman guru di SD bertanya kepadaku “Apa bedanya mengajar di SD dengan SMA ?” Kujawab “sama aja” . Hmm… nggaklah .. stressnya beda. Kalau anak SD dengan mendelikkan mata dia mengerti kita menegurnya tapi kalau anak SMA sudah mau keluar biji mata nggak juga mengerti teguran kita. Terus, kujawab apalagi kalau supervisi wah.. jauh sekali bedanya.
                Waktu supervisi yang terakhir di SD seperti biasa aku disupervisi ketika mengajar IPS di kelasku sendiri. Seminggu sebelumnya aku sudah berpesan ke anak-anak minggu depan akan ada tiga guru yang masuk melihat kita belajar. Aku menyebutkan bab baru yang akan dipelajari dan meminta mereka membawa peralatan dan bahan untuk pembuatan Mind Mapping, dan terakhir baca buku IPSnya. Sebelum pulang kebetulan aku juga mengajar bidang studi kesenian dikelasku,  kami membentuk kelompok untuk IPS minggu depan, dan merubah susunan meja jadi berkelompok.
                Waktu hari H-nya. Ketiga pim.sek masuk kelasku, kelas tidak begitu heboh anak-anak berbisik “Kita dinilai, kita dinilai”. Pembelajaran lancar jaya, aman-aman saja tapi.. melewati satu jam pertama mereka     mulai ribut dan heboh kelompok yang nggak membawa peralatan lengkap mulai bertingkah Aku hanya membiarkan saja. Dan... kemudian Fiar murid yang paling polos ngomong kencang “ Woooi… kok ribut, tapi kita sudah janji tapi…” Deg… tapi dengan santai aku menimpali  “iyya ya Fiar padahal sudah janji yaa, wah siapa nii yang tidak menepati jani ?”. Mereka hanya terdiam sebentar lalu kembali heboh . Dalam hati, Aku nggak tahu apalah yang ada di benak tiga supervisor.
                Supervisi pertama di SMA, sebenarnya ini bukan yang pertama sebab sebelum supervisi ini Aku sudah pernah disupervisi beberapa kali oleh  Pengawas dari Diknas langsung dan Alhamdulillah nilaiku “A” walau supervisi dadakan tanpa jadwal. Supervisi pertama yang aku bandingkan dengan yang di SD diatas adalah yang pertama oleh Pim.sek. Aku di supervisi di pelajaran Sosiologi, di kelasku sendiri XII IPS (aku wali kelasnya). Tidak seperti di SD, Aku  tidak  mensosialisasikan ke murid-muridku yang  14 murid. Aku hanya buat seperti biasa yang Aku lakukan ; karena ini masuk bab baru, maka aku siapkan media berupa slide power point. Semua lancar jaya  bahkan lancar sentosa (saking lancarnya).  Agar pembelajaran tidak “teacher center” maka kuajak murid-murid kelas  menjawab pertanyaan yang sudah kusiapkan di slide. Dan terakhir ditutup dengan Pop Quiz. Tapi… terakhirnya setelah nilai Pop Quiz kucatat di buku nilai siswa lalu pelajaran kututup dengan Hamdallah… Novi sekretaris kelas nyeletuk “baca doa penutup majlis” Dan, mereka pun membacanya bersama “kompaks sekali sodara-sodara” Walalu keningku berkerut dan berkata dalam hati “Tumben..?” Aku juga ikut membaca doa penutup majlis bersama mereka.
                See..begitu berbedanya kan..? tetapi sebenarnyalah Aku lebih suka supervisi yang dadakan tanpa terjadwal. Agar pembelajaran yang terlihat adalah yang sebenarnya tanpa dibuat-buat atau rekayasa. So, friends siap dengan “suddenly supervisi” yaa harus dong… sebagai guru kita harus berani bilang “Siap dong…ini kerjaaan Aku sehari-hari”

9 comments:

  1. Salut buk. Sebenarnya sebagai guru yg kita persiapkan bukan materi saja tapi yg paling penting mempersiapkan metode penyajian materi yg menyenangkan agar siswa tertarik untuk belajar.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trims Mbak Lilies... saya setuju mengajar sekarang harus dibuat menyenangkan..kalau nggak mereka tetap akan lebih tertarik dengan hal-hal menyenangkan diluar kelasnya.

      Delete
  2. Kereeenn..
    terus Semangaaaatt bu Faizah
    mau di supervisi atau di komen apapun oleh beliau beliau, yang penting anak anak suka dengan belajarnya... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah..Mbak Amel...segini aja kereen... yaa komen manusia kadang perlu dianggap angin lalu saja..hee.. mbak, ajarin saya ngerubah tampilan blog dong.. jujur coursera nggak lanjut lagi tuh..

      Delete
  3. Supervisi .. heheh siapa takut ???
    ini kisahku BJGP-Rizal di Supervisi

    ReplyDelete
  4. mmm,,ternyata sangat menarik setelah dijadikan sebuah cerita yaa kak :)
    ohya kak, biar lebih seru tambahkan backsound nya dgn lagu peterpan "buka dulu topengmu" hehehe supaya setelah supervisi smuanya sadar & benar2 berbuat yg terbaik & terakhir ditutup dgn lagu "terima kasih guruku" hehehe. Gimna kak..?

    ReplyDelete
  5. spervisi adalah topeng dan mari kita bernyanyi, "buka dulu tpengmu"

    salam
    Omjay

    ReplyDelete
  6. Supervisi yang paling keren itu dari murid. Pelaksanaannya bukan hanya sehari atau satu jam pelajaran, tapi sepanjang tahun. Kalau mereka enjoy di kelas dan berproses dengan baik, mission complete!
    Salut, Mbak Faizah. Kesadaran seperti yang Mbak miliki mesti dijadikan virus ;-)

    ReplyDelete
  7. Pengalamannya menarik banget mbak. Sayang jarang update :)
    Kenalkan saya alumni kelasnya cikgu miss julie :)

    ReplyDelete