Rabu, 12 November 2014. Berita di Trans
TV pagi ini, beberapa siswa SMA di Jatim tertangkap SatPol PP saat membolos
sekolah. Ketika ditanya mengapa membolos, alasan mereka "Banyak tugas
sekolah!"
Begitulah tugas sekolah / PR, ibarat buah simalakama.
Dikasih sianak bosan, kebanyakan tugas, jika semua bidang studi memberi tugas dan dikumpul pada hari yang sama. Tidak dikasih, jangan berharap siswa akan belajar. Keciiiil kemungkinannya. Malah orang tua murid nanya “Lho kok nggak ada tugas / PR, gimana anak mau belajar kalau nggak ada tugas / PR ?”
Dikasih sianak bosan, kebanyakan tugas, jika semua bidang studi memberi tugas dan dikumpul pada hari yang sama. Tidak dikasih, jangan berharap siswa akan belajar. Keciiiil kemungkinannya. Malah orang tua murid nanya “Lho kok nggak ada tugas / PR, gimana anak mau belajar kalau nggak ada tugas / PR ?”
Tugas PR sebenarnyalah menambah pekerjaan guru apalagi
kurikulum 2013 tugas guru semakin berjibun dan berjubel (emangnya cucian ?).
Sebelum PR dibagikan, guru mempersiapkannnya. Tak kalah rumit dan repotnya
setelah dibagikan, memeriksanya, memberi
nilai dll, dsb, dstnya. Kalau si murid nggak buat PR, repot lagi
menagih-nagihnya.
Makanya, saya lebih suka memberi tugas berupa tugas tantangan / "Challenge Work".
Makanya, saya lebih suka memberi tugas berupa tugas tantangan / "Challenge Work".
Jadi ingat salah satu tugas
tantangan yang saya berikan di kelas IV pelajaran PKn / Pendidikan
Kewarganegaraan tahun 2006. Waktu itu
pas musim PEMILU, Kompetensi dasar yang
sedang kami pelajari adalah "Memahami makna demokrasi; partisipasi politik
dalam bermasyarakat dan bernegara" . Saya tantanglah siswa saya dengan
pertanyaan "Jika kamu ikut PEMILU, partai manakah yang akan kamu pilih,
dan berikan alasannya" . Tugas dipresentasikan seminggu kemudian dan boleh
didiskusikan dengan orang tua dan keluarga di rumah.
Seminggu kemudian saya seperti
dibumerang tugas tersebut.
Ada satu anak, yang tidak membuat, dengan tenang, tanpa rasa bersalah dan percaya diri dia memperlihatkan buku catatan PKnnya yang kosong ke saya. Ketika saya tanya, mengapa tidak membuat, dia justru memberikan buku komunikasinya ke saya. Saya buka dan ternyata
"Waow tumbeeen... Ayahnya yang seorang camat menulis di Bukom dengan bahasa pejabat. Begini kurang lebih tulisannya :
"Ustzh. Izzah, saya kurang setuju dengan tugas tantangan dari Ustzh. Tugas ini secara langsung dan tidak langsung telah mengajarkan ke anak-anak cara politik praktis. Saya rasa ini belum waktunya anak-anak diajarkan politik praktis" Saya hanya termenung setelahnya. Tetapi, yang nggak enak bagi saya justru kalimat terakhirnya. "Saya akan bicarakan ini lebih lanjut ke pimpinan sekolah" Ondeee...
Saya menaruh bukom di meja akan membutuhkan fikiran dan perasaan lebih untuk menjawabnya.
Ada satu anak, yang tidak membuat, dengan tenang, tanpa rasa bersalah dan percaya diri dia memperlihatkan buku catatan PKnnya yang kosong ke saya. Ketika saya tanya, mengapa tidak membuat, dia justru memberikan buku komunikasinya ke saya. Saya buka dan ternyata
"Waow tumbeeen... Ayahnya yang seorang camat menulis di Bukom dengan bahasa pejabat. Begini kurang lebih tulisannya :
"Ustzh. Izzah, saya kurang setuju dengan tugas tantangan dari Ustzh. Tugas ini secara langsung dan tidak langsung telah mengajarkan ke anak-anak cara politik praktis. Saya rasa ini belum waktunya anak-anak diajarkan politik praktis" Saya hanya termenung setelahnya. Tetapi, yang nggak enak bagi saya justru kalimat terakhirnya. "Saya akan bicarakan ini lebih lanjut ke pimpinan sekolah" Ondeee...
Saya menaruh bukom di meja akan membutuhkan fikiran dan perasaan lebih untuk menjawabnya.
Perhatian saya kembali ke tugas
tantangan, satu per satu siswa mempresentasikan pilihannya. Semua asyik dan
membuka wawasan bahkan ada yang alai (agak lain) malah berani menulis dan
membacakan :
"Ana pingiiiin sekali ikut PEMILU, sayang Ana belum 17 atau Ana cepat nikah aja ya,,?" wkwkwk kacau...
Ada yang keluargaisme :
"Ana, kalau dizinkan ikut PEMILU pilih no XXlah, tahu kan yang lambangnya **** , warnanya *** alasannya karena itu partai Kakek, Nenek, Ayah, Ibu, Om, Tante, Abang dan Kakak Ana" salah satu murid nimbrung "Partainya Mbak Mimin, Pak Maman juga nggak ?"
Ada yang agamis :
"Ana partai **** lah, orang Islam yaa pasti itu partainya...dsbgnya, dstnya..
"Ana pingiiiin sekali ikut PEMILU, sayang Ana belum 17 atau Ana cepat nikah aja ya,,?" wkwkwk kacau...
Ada yang keluargaisme :
"Ana, kalau dizinkan ikut PEMILU pilih no XXlah, tahu kan yang lambangnya **** , warnanya *** alasannya karena itu partai Kakek, Nenek, Ayah, Ibu, Om, Tante, Abang dan Kakak Ana" salah satu murid nimbrung "Partainya Mbak Mimin, Pak Maman juga nggak ?"
Ada yang agamis :
"Ana partai **** lah, orang Islam yaa pasti itu partainya...dsbgnya, dstnya..
Ada yang reformis :
“Ana partai *** ini partainya anak
muda, kayaknya bagus dan kata Abang Ana emang bagus.
Ada yang nyeni :
“Ana partai ***** habis benderanya bagus Ana suka trus lagu
kampanyenya juga enak” Lalu dia menyanyikan lagu kampanye partai tersebut.
Selama presentasi, siswa saya
menghargai pendapat dan pilihan temannya. Tidak ada yang merasa partai yang
akan dipilihnya lebih hebat. Inilah KD yang ingin dicapai.
Bahkan, ketika mereka tahu satu orang temannya tidak membuat, mereka hanya ber komentar "Yaa masak Anta nggak buat, berati Anta nggak punya pendapatlah....?
Bahkan, ketika mereka tahu satu orang temannya tidak membuat, mereka hanya ber komentar "Yaa masak Anta nggak buat, berati Anta nggak punya pendapatlah....?
Mengenai Bukom sewaktu istirahat
saya mencoba menjawab sopan dan elegan. Saya draft dulu di buku agenda saya,
setelah itu baru menuliskannya :
"Terima kasih atas kritikan Bapak, tetapi saya rasa saya tidak mengajarkan politik praktis. Silahkan Bapak cek di buku paket PKn anak kita, tugas tantangan yang saya berikan KDnya adalah ""Memahami makna demokrasi; partisipasi politik dalam bermasyarakat dan bernegara"
Jadi, dalam presentasi tugas tadi saya ingin melihat sikap mereka dalam menghargai pendapat temannya. Untuk politik praktis sebenarnya memang ada dipelajari Pak, silahkan lihat halaman XX disitu dijabarkan tentang PEMILU ; arti, cara dan syarat ikut PEMILU"
Saya berharap si Bapak Camat puas dengan jawaban saya.
Dan masalah terselesaikan.
"Terima kasih atas kritikan Bapak, tetapi saya rasa saya tidak mengajarkan politik praktis. Silahkan Bapak cek di buku paket PKn anak kita, tugas tantangan yang saya berikan KDnya adalah ""Memahami makna demokrasi; partisipasi politik dalam bermasyarakat dan bernegara"
Jadi, dalam presentasi tugas tadi saya ingin melihat sikap mereka dalam menghargai pendapat temannya. Untuk politik praktis sebenarnya memang ada dipelajari Pak, silahkan lihat halaman XX disitu dijabarkan tentang PEMILU ; arti, cara dan syarat ikut PEMILU"
Saya berharap si Bapak Camat puas dengan jawaban saya.
Dan masalah terselesaikan.
Ternyataaaaa, keesokan harinya saya
dipanggil oleh Kepala Sekolah.
Nah.. ini baru saya bilang Onde...Mande...dan berdoa semoga tugas tantangan saya tidak menjadi bumerang. Aaaamiiiin...
Nah.. ini baru saya bilang Onde...Mande...dan berdoa semoga tugas tantangan saya tidak menjadi bumerang. Aaaamiiiin...
No comments:
Post a Comment